After
Graduation
Arisa
Higashiyama #Dealova ||
Ficlet
PG-13
|| Friendship, Angst
Jung
Eunji (A Pink) || Kim Namjoo (A Pink), Xi Luhan (EXO), Park Chanyeol (EXO)
Fanfiction
yang terinspirasi dari kisah nyata. Sangat memerlukan kritik dan saran.
Terimakasih..
***
Sotsugyou
wa owari ja nai
( Graduation is not the end )
Kore kara mo nakama dakara
( Because we’ll be friends even after )
Issho no shashintachi
( Picture of us together )
Osoro no kii horudaa
( Our matching keychains )
Itsumade mo kagayaiteru
( Will shine on forever )
Zutto Sono egao Arigatou
( And always, thanks for your smile )
Houkago Tea Time - Tenshi Ni Fureta Yo!
Sewaktu
masuk ke JHS, tidak sesulit ini. Apa yang salah dengan sekarang? Situasinya
sama hanya saja lingkungannya kali ini lebih besar, ouch.. Jangan-jangan itu
masalah utamanya. Gugup dengan kondisi lingkungan yang lebih terbuka.
Jung
Eunji, 15 tahun, baru saja menamatkan pendidikan JHS-nya. Bersama keempat
temannya- Kim Namjoo, Xi Luhan, dan Park Chanyeol- dia melanjutkan ke Seongyook
SHS. Sebuah sekolah yang sudah 25 tahun berdiri dengan fasilitas yang
bagus dan kualitas yang terjamin. 180 derajat berbeda dengan JHS-nya dahulu.
Daenghyun Art JHS yang baru 3 tahun berdiri hanya memiliki 20 murid di setiap
kelas. Ah, tapi semakin ke sini sekolah itu terus merangsek maju.
Hari
pertama di SHS terasa sangat berbeda. Jika dulu ia langsung berteman akhrab
dengan semua anak perempuan dan beberapa sunbae, sekarang ia nyaris depresi
menyadari dirinya tak seakhrab itu dengan teman sebangkunya. Kenal, ya tentu,
mengobrol, ya juga, tapi ya.. berbeda. Argh.. bagaimana harus dijelaskan! Yang
jelas saat ini Eunji lebih sering duduk diam tanpa suara daripada mengoceh
seperti sebagaimana hobinya.
“Hey!
Sudah mendapat teman baru?” Namjoo- sahabatnya di JHS mengejutkan dirinya.
“Oh
tentu! Kau sendiri?” Aduh, harusnya itu pertanyaan yang tak perlu ditanyakan.
Paboya!
“Tentu
saja! Aku bahkan telah mengenal semua anak di ruanganku. Yah.. walau itu bukan
kelas tetap sih, tapi aku berharap kita dapat satu kelas lagi!” Balas Namjoo
riang seraya menunjukkan beberapa foto selfie-nya dengan teman-teman barunya.
Nah kan,
sudah dibilang, itu pertanyaan yang bodoh.
“Ehm..
mana Luhan? Atau Chanyeol?” Tanya Eunji mengalihkan pembicaraan sekaligus agar
dia tidak menangis di tempat.
“Mereka
berdua sedang sibuk sepertinya. Kemana ya..? Tadi aku melihat mereka dengan
gerombolannya ke lapangan,” Jawab Namjoo seraya celingukan mencari dua namja
tersebut.
Hah?
Salah dengar mungkin.
“Luhan
sudah punya teman?!” Eunji setengah memekik tak percaya.
“Dia kan
diam-diam pandai bergaul,” Tukas Namjoo.
“Aku
bukan bicara tentang Chanyeol.”
“Aku juga
sedang tidak membahasnya. Tuh, lihat ke sana!”
Glek..!
Rasanya seperti ditampar kenyataan. Ingatannya masih jelas sekali tergambar
saat hari pertama di JHS dimana Luhan tak ubahnya seperti anak hilang. Kecil
dan sendirian. Nah, sekarang kenapa jadi..?
“Namanya
Oh Sehun, anak di ruang 3 sama seperti Luhan,” Jelas Namjoo lancar.
“Bagaimana
kau bisa kenal?” Sahut Eunji heran.
“Aku
tidak kenal, kemarin saat pengarahan dari kepala sekolah dia bertanya. Tentu
saja aku jadi tahu namanya.”
Aish,
bahkan Eunji tidak punya waktu apalagi terpikir untuk menghapal nama anak dari
ruangan lain. Ruangannya sendiri, ruang 8 belum selesai.
“Baiklah,
sampai bertemu pulang nanti ya! Annyeong!” Sebelum Eunji sempat bereaksi,
Namjoo sudah melesat.
Dan
lagi-lagi Eunji merasa suasana di sekitarnya kembali hening. Konyol rasanya
mengingat ada sekitar 460 murid kelas 10 di sekitarnya. Masih ditambah 90 murid
kelas 11 dan 12 yang sedang bertugas. Tapi begitulah yang dirasakannya. Seakan
terasing. Seakan dirinya yang sebenarnya hilang seketika. Dirinya yang
sebenarnya tidak akan pernah betah untuk duduk tanpa suara. Jung Eunji yang
sebenarnya adalah seseorang yang senang berbicara.
“Eunji-ya,
mau lihat film Sadako tidak?”
“Anii, aku takut tidak bisa tidur nantinya.”
“Ya ampun.. Kita kan menontonnya bersama. Kalau kau takut, kau dapat
bersembunyi di balik punggung salah satu dari kita.”
“Baiklah, kajja! Aku juga penasaran.”
Dan dapat
dipastikan setelahnya Eunji menjadi lebih paranoid terutama saat malam hari.
Tapi itu tidak masalah. Itu kan akibat rasa penasarannya dan juga..
Ketidakinginannya melewatkan kebersamaan dalam menonton film.
“Tinggal
tiga bulan lagi ya..?”
“Wae? Wah wah ada yang sedih rupanya.”
“Memang kau tak sedih Jung Eunji?”
“Hhmm.. bagaimana ya?”
“Tentu saja aku sedih tapi aku bertekad menghabiskan satu bulan ini tanpa
sia-sia. Ide bagus bukan?”
Terlalu
bagus malah. Satu bulan itu berlalu dengan sangat indah. Acara study tour dan
perpisahan kelas 9. Canda tawa yang selalu mengiringi siswa-siswi kelas 9
menuju kelulusan mereka. Canda tawa yang juga menjadi kekuatan bagi kelas 9
untuk menghadapi kelulusan mereka. Sebuah kekuatan yang tidak pernah disadari.
Kenangan yang jika diingat dapat membuat tertawa, sejenak. Setelahnya deraan
rindu dengan cepat menusuk.
“Ayo kita
foto dulu!”
“Ne! Ini kan moment terakhir kelas 9.”
“Han dul set!”
Cklik!
“Aku ingin lihat! Aku ingin lihat!”
“Hapus! Hapus! Aku jelek di sini!”
“Biarlah, yang penting terfoto.”
Sekarang,
tidak peduli bagaimana keadaan orang-orang di foto itu, apakah orang-orang yang
terfoto dalam posisi tidak sesuai atau dalam keadaan siap, foto itu sudah
menjelma sebagai harta berharga. Karena dalam selembar foto, lebih banyak
kata-kata yang bisa dijelaskan. Dan lebih banyak rindu yang akan diundang.
“Eunji-eonni!!”
“Hey jangan memanggil seperti itu! Tidak sopan.”
“Tidak apa Naeun-ah, Hayoung kan sudah jadi yeodongsaeng-ku.”
“Oh begitu, jadi aku bukan adik sunbae begitu?”
“Anii..! Bukan..”
“Baiklah kalau begitu!”
“ Naeun-ah!! Tunggu! Kau juga adikku!”
“Jadi aku boleh memanggil sunbae dengan sebutan eonni?”
“Sejak dulu aku tidak pernah melarangnya kan?”
“Ha ha ha.. Eunji-eonni, kau ini lucu, eoh!”
Tentu
saja Eunji mengizinkan para hoobae memanggilnya tanpa embel-embel sunbae.
Karena.. mereka adalah keluarganya. Mereka adalah adik-adiknya. Dan dia adalah
kakaknya, kakak yang kelak harus meninggalkan adik-adiknya. Bukan karena benci,
namun untuk menjadi lebih dewasa.
“Jadi kau
akan melanjutkan ke Seoul International School?”
“Wae?”
“Anii, hanya saja.. Aku merasa sangat nyaman sebagai sahabatmu.”
“Jinja? Kupikir kita ini partner dalam berteriak.”
“Baiklah, itu juga!”
“Jika aku tidak diterima, aku akan masuk Seongyook SHS.”
“Hah?! Jangan bercanda, Jung Eunji!”
“Apa salahnya? Lagipula kau juga akan masuk ke sana bukan?”
“Ne! Tapi aku ada satu syarat.”
“Aku juga ada. Tapi.. kau dulu saja lah!”
“Jangan melupakan teman lama.”
“Jangan bercanda, Namjoo-ah. Seandainya aku mendapat teman baru, pasti aku akan
berusaha untuk pulang denganmu.”
“Promise?”
“I promise you.”
I won’t
ever forget I will make you happy Just like the saying, we are one
Even after time, I couldn’t say anything and just swallowed my words Words
saying, I’m sorry, I love you, please believe in me like you do now
(EXO – Promise Eng Trans)
“Hah..!”
Eunji mendesah bosan. Benar-benar bosan. Bosan hanya jadi penonton. Penonton
sebuah opera menyenangkan yang ingin sekali ia ikut bintangi. Opera nyata
bernama kehidupan.
Kringg..
Kringg.. Kringg..
Bagai
seorang putri yang menunggu pangeran menjemputnya, Eunji langsung berlari
setengah meloncat-loncat keluar kelas. Tak sabar berceloteh ria dengan
teman-temannya. Oh tentu saja teman-teman yang telah dikenalnya. Ralat, bukan
teman tapi keluarga keduanya.
Satu-persatu
murid keluar. Sebagian besar bergandengan tangan bersama kawannya, entah kawan
lama atau yang baru. Eunji merasa dia keluar cukup cepat, yah walau tadi ada
sedikit hambatan karena harus mendengar titahan konyol dari para sunbae.
Apa
mereka sudah pulang? Tapi semalam kan sudah berjanji akan pulang bersama.
Argh.. Namjoo-ya!!
Berapa
kali pun Eunji menggerutu tidak ada satu pun yang menghampirinya. Sekali ada
dua orang yang bertanya tapi setelahnya mereka berdua pulang.
Hingga
semua murid kelas 10 pulang. Eunji menggigit bibirnya, berusaha bersikap biasa
walau di dalam hatinya bergemuruh kekecewaan. Mungkin di ruangan sedang diberi
arahan, begitu pikirnya.
Entah
sudah berapa lama ketika Eunji menyadari bahwa hanya terdengar riuh suara di
lantai dua. Suara yang dapat dipastikannya berasal dari kelas 11. Dengan bibir
yang digigit, Eunji melangkahkan kaki meninggalkan sekolah.
BRUKK..
Alunan
musik instrumental mengalun. Eunji membaringkan tubuhnya di tempat tidur,
pikirannya melayang. Melayang menuju masa lalu, 3 tahun yang lalu. Di awal
tahun ajaran.
"Kenapa
harus di sana, eomma?"
"Percayalah Eunji-ah, kau pasti akan betah di sana."
"Itu sekolah baru. Kenapa eomma mengambil resiko.."
"Hey, jangan begitu. Saat lulus kelas 9 nanti pasti kau akan
merindukannya."
Apanya yang bagus? Eomma terlalu yakin.
Air mata
Eunji tidak dapat ditahan lagi. Semua yang dikatakan eomma-nya terjadi. Dia
merindukannya. Ingin rasanya bisa mendudukkan diri di sana 1 tahun lagi.
Menghabiskan lebih banyak waktu dan mencurahkan segala kesesakkan yang tak
beralasan di hatinya. Sempat terpikir olehnya untuk tidak meluluskan diri.
Tapi, bukankah itu malah menjatuhkan martabat JHS-nya? Dan secara tidak
langsung dia melukai sekolah kesayangannya itu dan mementingkan keegoisan
konyolnya.
"Eonni,
sering - sering berkunjung, ne?"
"Pastinya. Akan kuusahakan."
Adik -
adiknya menantinya. Dan dia juga menanti hari pertemuan itu tiba.
"Namjoo-ya,
itu teman barumu?"
"Ne. Namanya Moon Gayoung."
"Dia cute."
"Kalau kau, Eunji-ah?"
"Aish, yang kukenal ada tapi tak seakhrab kau dengan Gayoung-ssi."
Sebuah
prasangka tiba - tiba hadir di hatinya. Mungkinkah Namjoo merasa lebih nyaman
dengan teman - teman barunya? Apakah keberadaan dirinya yang selalu ingin tetap
dekat Namjoo itu mengganggu? Kenapa hanya dia yang mencari - cari ruangan teman
- teman JHS-nya?
Apa
jangan - jangan, selama ini hanya dia yang terlalu naif? Berpegang teguh pada
keoptimisan tentang keluarga.
Oneul
haruman I cry
( Aku kembali menangis hanya untuk hari ini )
Yeongwonhi haengbokhagil Goodbye
( Berharap kau bahagia selamanya, Selamat tinggal )
Gakkeumeun nae saenggage useodo joha
( Tidak masalah jika kau mengingatku, kemudian tersenyum )
I’m fine thank you, Thank you
( Aku baik - baik saja terima kasih )
_END_